Apa Itu “Literasi Digital” yang Gemar Disebut oleh Kominfo?

Kata “Literasi Digital” semakin nge-trend layaknya “4.0” dan “Big Data” yang menjamur di setiap pidato yang bisa didengar di TV. Terlebih lagi sejak diadakannya program Digital Leadership Academy oleh kominfo.

Teknologi digital sudah tidak bisa lagi dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Hampir semua jenis pekerjaan dan kegiatan baik di rumah, tempat kerja, maupun sekolah ditunjang oleh banyak alat digital misalnya komputer dan Internet.

Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa “menjadi mahir” menggunakan alat dan teknologi digital adalah hal yang sangat penting bagi setiap orang di abad ke-21 ini, perlu dipahami jika keterampilan menggunakan teknologi digital tidak selalu sama dengan sadar teknologi digital.

Paparan terhadap teknologi digital tidak serta-merta membuat seseorang mengerti bagaimana memanfaatkannya secara efektif dan etis. Dari sinilah konsep literasi digital dikembangkan, supaya setiap individu bisa mengerti potensi baik dan buruk yang ada dari berbagai bentuk teknologi.


Definisi Umum Literasi Digital

Digital Leadership Academy Kominfo
digital leadership academy

Istilah literasi digital memiliki makna yang luas dan mencakup keterampilan sekaligus pengetahuan dasar evaluasi, penggunaan, dan pembuatan informasi digital dalam berbagai bentuk, terutama informasi di media Internet.

Literasi digital juga memiliki banyak subkategori misalnya literasi data, berkas audio visual, informasi, berita, dan semua hal yang bisa diakses secara online.

Seseorang bisa dianggap “sadar teknologi digital” jika dia memiliki kapasitas untuk mengkaji, memilih, menelaah, dan menggunakan teknologi secara bijak sesuai dengan aturan sosial dan etika berkomunikasi. Dengan kata lain pola pikir ideal dalam melakukan interaksi sosial secara langsung di masyarakat harus juga diterapkan saat menggunakan teknologi digital.

literasi digital
terkejut

Walaupun dengan teknologi seperti Internet, smartphone, dan komputer kita bisa berinteraksi satu sama lain tanpa harus bertatap muka, norma sosial tetap berlaku termasuk sikap toleransi dan kewajiban berpikir kritis.

Maka dari itu, literasi digital bisa diartikan sebagai kompetensi interpretasi informasi di lingkungan digital serta pemahaman tentang bagaimana informasi dibuat, dipakai, dibagi, dan dimanfaatkan untuk proses pembelajaran mandiri atau interaksi sosial berdasarkan norma yang berlaku di masyarakat.

Salah satu contoh buruk literasi digital yang paling sering kita temui adalah penyebaran informasi “hoax” atau berita bohong menggunakan teknologi digital seperti aplikasi perpesanan smartphone, forum online, dan, media sosial.

Di satu sisi, penyebar berita palsu bisa dibilang mahir menggunakan teknologi digital karena dia bisa membuat dan membagi informasi baru pada banyak orang. Di sisi lain, dia tidak berperilaku berdasarkan norma sosial di masyarakat.

Sering kali berita palsu ini  (meskipun dibuat dan disebarkan secara online) berpengaruh langsung pada perilaku masyarakat di kehidupan sehari-hari.

Ketika seseorang menemukan informasi rancu, tidak benar, atau provokatif di sebuah media digital, dia harus merasa berkewajiban untuk melakukan proses klarifikasi dengan mencari sumber lain yang relevan, kemudian melakukan perbandingan dan memilih informasi yang paling akurat sesuai dengan kenyataan.

Jika perlu, dia membuat informasi baru seakurat mungkin dengan menyertakan bukti-bukti memadai.


Bagaimana Literasi Digital Diajarkan?

komputer di sekolah
menutup hidung

Kesadaran tentang pentingnya literasi digital sudah mulai dirasakan di semua lapisan masyarakat dan jenjang pendidikan formal.

Saat ini sebagian besar anak kecil dalam usia awal pertumbuhan sudah sering terpapar teknologi digital, terutama smartphone yang digunakan orang tua dan keluarga. Bahkan pendidik profesional bagi anak usia dini mungkin menggunakan informasi digital sebagai sumber bahan ajaran.

Maka dari itu, pendidik memiliki peran vital menumbuhkan literasi digital mulai dari jenjang pendidikan sekolah dasar. Tujuannya adalah untuk mengembangkan sikap kritis siswa terhadap setiap bentuk informasi yang diperoleh dari dunia maya.

Di Indonesia, proses integrasi program literasi digital ke kurikulum pendidikan formal masih dalam tahap awal tapi setidaknya sudah ada inisiatif dai beberapa kalangan pendidik.

Walaupun bukan merupakan bagian materi resmi kurikulum, sudah banyak guru atau pendidik di lingkungan luar sekolah (misalnya kursus atau pelajaran tambahan mandiri) yang mengajarkan bentuk dasar menjaga privasi online seperti penggunaan sandi yang kuat untuk akun media sosial, sikap hati-hati dalam berinteraksi dengan orang asing, pencegahan salah guna berkas foto atau video, dan evaluasi informasi yang diperoleh dari Internet.

Pengajaran literasi digital yang efektif harus berdasar pada 8 elemen penting meliputi:

  • Kultural, yaitu pemahaman ragam konteks pengguna Internet dan teknologi digital lain
  • Kognitif, yaitu analisa konten atau informasi dari dunia digital
  • Konstruktif, yaitu pembuatan konten informatif dan aktual
  • Komunikatif, yaitu memahami cara kerja jejaring teknologi informasi
  • Kreatif, yaitu pemanfaatan teknologi digital yang positif
  • Kritis, yaitu evaluasi akurasi konten digital
  • Percaya diri
  • Bertanggung jawab secara sosial

Aspek kultural merupakan elemen terpenting karena hanya dengan memahami konteks pengguna maka siswa bisa mengembangkan daya pikir dalam menilai konten.

Sebagai contoh, informasi mengenai virus corona yang dibuat oleh seorang akademis medis dan dimuat di website resmi kementrian kesehatan tentu saja lebih bisa dipercaya daripada informasi tentang hal sama tapi dibuat oleh seorang pengguna dengan latar belakang pendidikan tidak jelas dan dimuat di media sosial tanpa proses penyuntingan.

Proses pengajaran berkesinambungan di semua jenjang pendidikan diharapkan bisa menciptakan generasi yang benar-benar cakap menggunakan alat-alat komunikasi dan media digital untuk menemukan, mengevaluasi, menggunakan, memanfaatkan dan membuat informasi secara sehat, bijak, dan taat hukum.


Pentingnya Literasi Digital

pengguna internet dunia dalam juta
peringkat pengguna internet dunia

Indonesia merupakan salah satu negara dengan pengguna Internet terbesar di dunia. Berdasarkan data terakhir dari Statista, Indonesia berada di urutan ke-4 setelah China, India, dan Amerika Serikat. Di tahun 2019, ada lebih dari 171 juta pengguna Internet aktif di Indonesia, atau sekitar 64 persen dari populasi.

Perkembangan teknologi melahirkan dua sisi berlawanan dalam kaitannya dengan literasi digital. Semakin mudahnya akses peralatan dan informasi digital tentu saja bisa membuka peluang bagi setiap individu untuk mengenal banyak perspektif baru, mencari kesempatan bisnis, memperluas wawasan, dan menambah pengetahuan yang belum tentu bisa didapatkan dari sistem pendidikan formal.

Di sisi lain, ada kekhawatiran mengenai sikap ketergantungan pada Internet, terutama generasi muda yang bisa menghabiskan waktu berjam-jam setiap hari di depan laptop atau smartphone mereka. Tanpa bimbingan yang baik, perilaku ini bisa mengarah ke hal-hal negatif seperti penyebaran berita bohong, ujaran kebencian, radikalisasi, pornografi, dan minimnya toleransi.

Literasi digital sama pentingnya dengan kemampuan membaca, menulis, berhitung, dan disiplin ilmu lain. Kita diajarkan untuk bertanggung jawab atas semua pendapat yang kita sampaikan melalui lisan maupun tulisan dalam kehidupan bermasyarakat di negara hukum; sikap yang sama harus diterapkan di dunia digital.

Semua pihak hendaknya bisa bertanggung jawab terhadap cara mereka menggunakan teknologi, memperoleh informasi, dan segala bentuk perilaku di dunia digital. Menjadi sadar teknologi digital berarti bisa memanfaatkan teknologi digital sesuai dengan etika masyarakat dan aturan hukum yang berlaku.

Semua tindakan di dunia digital harus didasari dengan sikap kritis dan pemahaman tentang potensi dampak positif maupun negatifnya. Pengguna pun dihimbau agar mau berubah dari konsumen pasif menjadi produsen aktif yang mampu membuat konten sehat dan bermanfaat bagi setiap pengguna lain.

Dengan demikian, budaya literasi digital bisa berkontribusi untuk menciptakan kondisi masyarakat yang kondusif dan aman. Bukan hanya guru dan pendidik yang harus aktif mengembangkan budaya literasi digital, tapi setiap individu harus berperan sebagai pembimbing bagi generasi yang lebih muda.

Fajar Gumilang

Penulis profesional lulusan Institut Pertanian Bogor dengan pengalaman menulis di topik seputar komputer dan internet. Beberapa jenis laptop yang pernah digunakan oleh Ajay secara personal adalah Acer Nitro, Asus ROG Zephyrus, Macbook Pro, Lenovo Legion, hingga Dell Inspiron.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
Lihat semua komentar